Politik pencitraan (imaging policy) atau pencitraan politik (political imaging), memang menjadi sebuah trend politik yang sedang berkembang di Indonesia, sejalan dengan perkembangan demokrasi yang ada saat ini.
Hal itu telah mendorong lahirnya rintisan studi ilmiah di Indonesia tentang politik pencitraan atau pencitraan politik di perguruan tinggi, baik sebagai bagian dari ilmu politik, maupun ilmu komunikasi, dan komunikasi politik.
Meskipun demikian, citra (image), strategi, dan proses pembentukan citra (pencitraan) itu pada hakikatnya telah lama ditemukan dalam studi komunikasi, seperti studi retorika, propaganda, public relations, pemasaran, dan periklanan, yang bertujuan memperoleh dukungan opini publik.
Peranan opini publik itu sangat strategis dalam kehidupan politik di negara demokrasi, karena opini publik merupakan kekuatan politik yang penting.
Politik pencitraan atau pencitraan politik berkaitan dengan pembuatan informasi atau pesan politik oleh komunikator politik (politikus atau kandidat) media politik (media massa, media sosial, dan/atau media format kecil), dan penerima atau khalayak politik (publik).
Citra politik yang terbentuk di benak publik, tidak selamanya sesuai dengan realitas yang sebenarnya, karena mungkin hanya sama dengan realitas media atau realitas buatan media, yang disebut juga sebagai realitas tangan kedua (second hand reality).
Mengutip dari buku, Prof. Dr. Anwar Arifin, tentang politik pencitraan, dimana di paparkan tentang citra politik, karakteristik politik, dan komunikasi politik, serta tujuan politik pencitraan yang meliputi pembentukan dukungan opini publik, mendorong partisipasi politik rakyat, memenangi pemilihan umum serta penentuan kebijakan politik.
Selain itu dibentangkan juga secara singkat tentang media politik dan khalayak politik yang disertai dengan beberapa teori, sehingga politik pencitraan atau pencitraan politik dalam buku tersebut dikembangkan dalam studi komunikasi politik, yang bersifat serbahadir, multimakna, dan multidefinisi, serta multidisipliner.
Demikian juga di dalam buku tersebut, dipaparkan tentang kontroversi dan urgensi politik pencitraan atau pencitraan politik, yang ditentukan oleh sistem politik yang bersumber dari ideologi suatu negara.
Bahkan politik pencitraan yang mengiringi liberalisasi politik yang dikemas dalam demokrasi yang diterapkan di Indonesia, adalah impor dari Barat terutama dari Amerika Serikat.
Politik pencitraan bukanlah sebuah sistem politik yang di bentuk dengan instan, perlu akses penguasaan jaringan dalam pembentuk opini publik, untuk itu politik pencitraan sangat sering diidentikkan dengan para pemangku kekuasaan, dan sukses di terapkan di berbagai negara di dunia termasuk di Indonesia.
Politik pencitraan memiliki ruang lingkup yang besar sehingga dampak dan sasarannya juga akan berpengaruh sangat besar tergantung target, penguasaan manajemennya serta berapa luas pengaruh jaringan yang bisa mereka kendalikan dalam membentuk opini di masyarakat.
Yang jelas hal ini akan mempengaruhi tingkat kepercayaan publik (masyarakat) tergantung dengan seberapa besar pengaruh dan sasaran yang bisa mereka kuasai.
Untuk itu masyarakat sudah sewajarnya mengetahui dan mengerti akan mekanisme dan polarisasi politik ini, agar dapat melihat dengan jelas kualitas dan kemampuan seseorang tokoh dalam bekerja atau memimpin.
Urang Habang, tsb
Komentar
Posting Komentar