Langsung ke konten utama

Demokrasi dalam Labirin Birokrasi Kepentingan Penguasa

Saat ini diseantero negeri sedang menjalankan dan mengeluh-eluhkan Demokrasi, sebagai landasan mengutarakan pemikiran dan pendapat yang mana telah di sematkan juga dalam kerangka hukum tetap dalam dasar pembentukan negara. 

Kebebasan tersebut telah di atur dalam Undang-Undang Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan "setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

Sebagai sebuah landasan cerminan kemerdekaan dalam berpendapat tentunya UUD ni merupakan sebuah harapan untuk mendapatkan keadilan sesuai dengan hak konstitusional dalam berbangsa dan bernegara. 

Namun sayang, meski pun kebebasan tersebut telah diatur dan dijamin dalam UUD, tapi pada penerapannya masih sedikit sekali yang dapat memperoleh hak konstitusional tersebut. Sehingga tak jarang rasa keadilan masih sangat kecil yang bisa di rasakan masyarakat. 

Hal ini terjadi tak lain dikarenakan begitu sulitnya untuk mencapai kebebasan tersebut, seringkali pendapat hanya dijadikan sebagai angin lalu yang tidak penting untuk di pertimbangkan. 

Dalam prakteknya para penguasa akan membangun labirin (benteng) untuk menghambat (mencegah) hak konstitusional masyarakat dalam berpendapat, karena bagi mereka hal tersebut di anggap akan mengganggu kestabilan kondisi yang mereka bangun. 

Tak jarang berlapis-lapis peraturan birokrasi di pasang sebagai tembok-tembok pembatas antara pemikiran masyarakat dan kebijakan yang di ambil oleh para pemangku kepentingan, hal tersebut di lakukan agar konsep dalam penerapan kebijakan yang telah mereka buat tidak dapat di pertanyakan (dipertentangkan) masyarakat. 

Strategi labirin ini biasanya sangat sering di terapkan dalam hal mensukseskan kebijakan yang akan bertentangan (bertabrakan) langsung dengan sekelompok masyarakat. Prosedur yang panjang dan menyulitkan akan membuat masyarakat dengan sendirinya di sibukan dengan hal-hal yang tidak penting dalam birokrasi. 

Sehingga lambat laun hal ini akan membuat bosan dan masyarakat menyerah dalam menyuarakan pendapat dan memperjuangkan kepentingan dan hak konstitusional mereka. 

Benteng labirin ini memang bukan akhir dari segalanya, hanya saya untuk dapat melawati labirin ini masyarakat memerlukan tenaga, pengorbanan serta kekuatan yang besar dalam menyelesaikannya. 

Contohnya Seperti pada saat era Reformasi pada tahun 1998, dimana hanya people power yang bisa merobohkan tembok-tembok labirin yang di bangun pemerintahan Suharto tersebut. 

Pelajaran tersebut sangatlah bearti, dimana catatan sejarah membuktikan bahwa meskipun banyak yang menilai hal tersebut akan sia-sia. Tetapi takdir berkata lain apabila niat yang di lakukan dengan tulus dan atas izin sang kuasa, kekuatan people power bisa menghancurkan labirin birokrasi yang di bangun puluhan tahun lamanya. 


Urang Habang





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konsep Piramida Terbalik Dalam Penerapan Politik Transaksional Sang Elite Oligarki

Penerapan Politik transaksional dalam sistem demokrasi saat ini sukses melahirkan sistem oligarki dengan pola efek Piramida terbalik dalam kehidupan masyarakat.  Konsep Piramida terbalik dalam kehidupan, merupakan kamuflase yang di ciptakan para elite oligarki sebagai penopang kepentingan rakyat, bukan sebaliknya.  Padahal dalam kenyataannya Oligarki tidak pernah diciptakan melainkan hanya untuk mempertahankan kekayaan, memperluas kekuasaan dan menjalankan kepentingan para elite nya.  Politik transaksional dalam fungsinya berlahan akan membuat jaringan, mencengkram dan menggerus sistem demokrasi sehingga lingkaran oligarki akan lebih leluasa menjalankan kepentingan para elite nya.  Untuk itu kita perlu mengetahui lebih dalam tentang Politik transaksional, atau yang lebih sering di sebut dengan penerapan sistem perdagangan politik, dalam kata lain tukar-menukar jasa(kepentingan).  contoh sederhananya adalah sulitnya orang-orang yang memiliki kompetens...

Mengenal Politik Pencitraan dalam sistem Demokrasi yang Kebablasan

Politik pencitraan (imaging policy) atau pencitraan politik (political imaging), memang menjadi sebuah trend politik yang sedang berkembang di Indonesia, sejalan dengan perkembangan demokrasi yang ada saat ini.  Hal itu telah mendorong lahirnya rintisan studi ilmiah di Indonesia tentang politik pencitraan atau pencitraan politik di perguruan tinggi, baik sebagai bagian dari ilmu politik, maupun ilmu komunikasi, dan komunikasi politik.  Meskipun demikian, citra (image), strategi, dan proses pembentukan citra (pencitraan) itu pada hakikatnya telah lama ditemukan dalam studi komunikasi, seperti studi retorika, propaganda, public relations, pemasaran, dan periklanan, yang bertujuan memperoleh dukungan opini publik.  Peranan opini publik itu sangat strategis dalam kehidupan politik di negara demokrasi, karena opini publik merupakan kekuatan politik yang penting. Politik pencitraan atau pencitraan politik berkaitan dengan pembuatan informasi atau pesan politik oleh ...

Terasing di Negeri Sendiri

Sebuah ilustrasi dari kondisi kehidupan saat ini, cukup miris dan tragis. Tak banyak orang yang menyadari setiap perkembangan sebuah daerah pasti akan memiliki dampak positif dan negatif tentu bagi sebagian orang itu lumrah, tapi disinilah titik balik kehidupan sebenarnya.  Besar sekali harapan bagi para Pribumi akan hidup lebih baik dengan adanya perubahan suatu daerah, yang dulunya hanya sebatas, dusun, kampung, atau desa nantinya akan menjadi kecamatan, bahkan kota.  Pembangunan diharapkan akan menopang ekonomi masyarakat tersebut, sehingga mereka bisa hidup dengan lebih layak dan sejahtera. Tapi kadang sebaliknya, bukan kesejahteraan yang di dapat tapi perkembangan merampas lahan dan mata pencarian mereka, dan tak jarang terkadang membuat mereka terusir dari tanah yang telah membesarkan mereka.  Hal tersebut terjadi karena rakusnya para penguasa dan pengusaha yang tidak akan pernah berhenti berusaha menguasai apa saja yang memiliki potensi di daerah tersebut tanpa mem...